إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللهم صل على صفيك ورسولك محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر ولله الحمد
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dimana pada pagi hari ini kita bisa menikmati Idul Fitri setelah sebulan penuh, bulan Ramadhan, Allah menggembleng kita dengan berbagai ketaatan, dengan berbagai ibadah. Mudah-mudahan kita termasuk mereka yang benar-benar mendapat العيد. Yaitu العيد di dalam definisinya yang berarti لمن تقوئه يزيد. Bahwa mereka adalah orang-orang yang takwanya bertambah setelah selama sebulan penuh mendapatkan bimbingan, arahan dan gemblengan untuk senantiasa taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ya Allah, bagi-Mu segala puji atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami. Bagi-Mu segala puji atas hidayah yang telah Engkau berikan kepada kami. Bagi-Mu segala puji atas kebaikan dan amal saleh yang telah Engkau terima. Ya Allah bagi-Mu segala puji atas segala dosa-dosa yang telah Engkau ampuni. Bagi-Mu segala puji ya Allah atas segala musibah dan cobaan yang telah Engkau angkat. Ya Allah bagi-Mu segala puji atas penyakit yang telah Engkau sembuhkan. Bagi-Mu segala puji atas anak-anak kami yang telah Engkau perbaiki keadaan mereka. Dan bagi-Mu segala puji atas segala keadaan. Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar.
Ramadhan 1438 Hijriah telah berlalu dari kita. Dia telah menghadap kepada Rabb-nya dan kita tinggal menanti pada saatnya nanti, ketika hari pembalasan untuk mendapatkan balasan dari Allah. Bagi mereka yang telah mengisi Ramadhan dengan berbagai ketaatan maka berbahagialah, akan mendapatkan kenikmatan yang besar, pahala yang besar dari sisi Allah. Dan bagi mereka yang telah menyia-nyiakan sepanjang Ramadhan, mudah-mudahan Allah mengampuni kita, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat kepadanya. Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar Walillahilham.
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Ada tiga pelajaran penting yang Allah berikan melalui Ramadhan kepada kita. Pelajaran yang pertama yaitu tentang Hablumminallah yaitu hubungan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita seluruhnya telah memiliki sekian banyak keutamaan, kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka hendaknya kita melihat bagaimana hubungan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pemberi segala nikmat kepada kita itu. Yang telah menciptakan kita, yang telah memberikan hidayah-Nya kepada kita. Maka ada dua hal yang harus kita lihat terkait dengan Hablumminallah, yang ada antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pertama yaitu hendaknya kita memperteguh akidah kita. Hendaknya kita benar-benar berusaha untuk menjadikan kehidupan kita yang merupakan karunia dan anugerah Allah itu, sebagai sarana kita untuk terus meningkatkan akidah keyakinan dan keteguhan iman kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Hendaknya rukun iman yang enam, iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-Rasul-Nya, kepada hari akhir, iman kepada qada dan qadar, serta iman kepada takdir. Enam rukun iman ini hendaknya senantiasa kita evaluasi, bagaimana kedudukan dan posisinya di dalam diri kita. Marilah kita mengevaluasi misalnya iman kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Benarkah kita telah mencintai Allah? Benarkah kita telah mendahulukan Allah daripada yang lainnya? Bagaimana dengan diri kita ketika mendapatkan panggilan dari Allah lima waktu ke masjid? Ternyata sebagian daripada kita ketika mendapatkan panggilan Allah untuk ke rumah Allah, untuk beribadah kepada Allah, diantara kita masih ada yang lebih mengutamakan urusan dunia daripada panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Khususnya untuk kaum laki-laki, dimana pada zaman Nabi ﷺ setiap laki-laki tidaklah mereka shalat kecuali di dalam masjid. Dan tidaklah seseorang itu apabila tidak berjamaah kecuali dia dikenal sebagai seorang yang munafik di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman itu.
Kemudian marilah kita lihat sebagian kaum muslimah. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menutup auratnya, apa yang terjadi? Sebagian dari kaum muslimah menganggap itu bukanlah perintah yang wajib atas dirinya. Sehingga seakan-akan perintah Allah itu dibiarkan, diacuhkan. Lalu dia melakukan sesuatu yang melanggar perintah Allah, berpakaian tetapi telanjang. Yang ini berarti seakan-akan setiap hari dia berada di dalam dosa dan kemaksiatan kepada Allah. Dimanakah iman kita apabila demikian yang terjadi? Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar Walillahilham.
Iman kepada hari akhir, marilah kita evaluasi secara singkat. Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertanyakan kepada kita:
يٰۤاَيُّهَا الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الۡكَرِيۡمِ
Artinya: “Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pengasih.” (QS. Al- Infitar: 6)
Maka Allah menjawab:
كَلَّا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِٱلدِّينِ
Artinya: “Sekali-kali jangan begitu! Bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.” (QS. Al- Infitar: 9)
Jangan mendustakan adanya hari akhirat, bahwa setelah kematian kita akan dibangkitkan. Oleh karena itu mereka yang mendustakan hari akhir seakan-akan mereka nanti akan hidup kemudian mati selama-lamanya. Tidak dibangkitkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga dia hidup dengan seenaknya, dia hidup dengan tidak mau mentaati Allah. Padahal Allah mengingatkan kita:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Jamaah sekalian rahimani wa rahimakumullah.
Manakala kita mudik, kita sesungguhnya menyiapkan segala sesuatu selama berbulan-bulan, bahkan sebagian bertahun-tahun. Agar pada saat dia di kampung halaman bisa menikmati dengan baik kehidupan yang ada di kampung halamannya. Dia bisa beristirahat dengan tenang, bisa berkendara dengan baik, bisa memiliki rumah dan seterusnya. Padahal mungkin dia berada di kampungnya hanya beberapa hari saja. Bagaimana mungkin apabila mudik yang ke kampung halaman yang itu juga sifatnya sementara dan di dunia, kita siapkan dengan sebaik-baiknya. Tetapi mudik yang sepanjang masa, yang selama-lamanya, belum kita siapkan dengan baik.
Apa bekal kita menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apa yang kita persiapkan nanti di kuburan? Apa yang kita persiapkan nanti di padang mahsyar? Dimana matahari berada di atas ubun-ubun kita. Apa yang kita persiapkan pada waktu Al-Mizan, di mana Allah akan menimbang amal kebaikan kita yang baik maupun yang buruk? Apa yang kita persiapkan waktu As-Shirath, pada saat kita harus meniti di atas neraka jahanam untuk menuju surga? Apa yang sudah kita persiapkan? Inilah akidah yang harus kita tanamkan, yang harus kita perteguh agar kita benar-benar menyiapkan diri. Karena sesungguhnya hidup kita adalah nanti diakhirat. Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar Walillahilham.
انما العيش عيش الْآخِرَةِ
Artinya: “Sesungguhnya kehidupan sejati adalah kehidupan nanti di akhirat.”
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Yang kedua terkait dengan Hablumminallah, hubungan dan interaksi kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah terkait dengan ibadah. Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita kecuali untuk menyembah beribadah hanya kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
Alhamdulillah, Ramadhan telah mendidik kita pada siang hari mentaati Allah dengan berpuasa, dengan membaca Al-Qur’an, dengan aktivitas-aktivitas kebaikan. Malam hari kita melakukan shalat tarawih juga membaca Al-Qur’an, bertadarus, i’tikaf, bersedekah, memberikan buka puasa, berzakat dan seterusnya, Subhanallah. Dari satu ketaatan kepada ketaatan yang lain dan seperti itulah semestinya kehidupan kita sepanjang waktu, sepanjang masa. Karena Tuhan, Rabb yang memiliki Ramadhan juga adalah Rabb yang kita sembah, yang memiliki bulan-bulan selain bulan Ramadhan. Sehingga hendaknya kita terus berusaha untuk meningkatkan ketaatan kita kepada Allah sebagaimana yang kita lakukan sepanjang Ramadhan.
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Renungan yang kedua, pelajaran yang kedua terkait dengan berakhirnya Ramadhan yaitu pelajaran tentang Hablumminannas. Hubungan dan interaksi kita dengan sesama manusia. Kita semuanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dipilih sebagai sebaik-baik umat yang dikeluarkan kepada manusia.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali-‘Imran: 110)
Apa yang menjadi indikasi, ukuran kebaikan seorang muslim? Indikasi yang paling kuat adalah akhlak Islamiyah atau perilaku tata krama, etika Islam. Sehingga Rasulullah ﷺ menegaskan:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ , وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak. Dan Nabi ﷺ adalah orang yang paling agung akhlaknya. Sesungguhnya engkau wahai Muhammad berada di dalam akhlak yang agung, akhlak yang mulia.”
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Akhlak Islam adalah merupakan bekal kita di dalam berinteraksi secara sosial dengan sesama manusia. Di antara akhlak Islam yang diajarkan yaitu hendaknya kita berlaku adil, amanah, jujur, sabar, tawaddu’ atau rendah hati, penyayang, pemaaf, toleran, pemberani. Dan pada saat yang sama kita pemalu ketika melakukan kemaksiatan dan berbagai sifat-sifat mulia lainnya yang merupakan akhlak Islam. Rasulullah ﷺ adalah contoh yang baik di dalam akhlak Islam yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diantaranya Rasulullah menegaskan:
أَحَبُّ الناسِ إلى اللهِ أنفعُهم للناسِ
“Seorang yang berakhlak baik, senantiasa berusaha menjadi seorang yang bermanfaat di antara umat manusia”
Tidak berusaha menjadi orang yang sebagai problem maker atau yang menjadi persoalan, sumber masalah. Tetapi dia adalah sumber solusi, selalu memberikan kemanfaatan kepada sesamanya dan inilah akhlak seorang muslim. Bahkan Allah menegaskan:
وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ
Artinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al-Qasas: 77)
Berbuat baik merupakan akhlak yang senantiasa dianjurkan oleh Islam kepada kita sebagai hamba-Nya. Selain itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan:
وَلۡيَـعۡفُوۡا وَلۡيَـصۡفَحُوۡا اَلَا تُحِبُّوۡنَ اَنۡ يَّغۡفِرَ اللّٰهُ لَـكُمۡ
Artinya: “Dan Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?” (QS. An-Nur: 22)
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Poin penting yang terkait dengan Hablumminannas yang harus kita perhatikan yaitu Hablumminannas yang terkait dengan keluarga kita, yang terkait dengan karib kerabat kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui sang Rasul-Nya menegaskan dalam hadis ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Rahim atau kekerabatan itu bergantung di atas arsy. Ar-Rahim ini kemudian berkata “Barangsiapa yang menyambungku, menghubungiku, maka Allah akan menghubungi orang itu. Allah akan menyambung, Allah akan memberikan rahmat kasih sayangnya kepada orang yang menyambung tali silaturahim, yang menyambung tali kekerabatan. Dan Barangsiapa yang memutuskan hubungan denganku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.”
Artinya Allah tidak akan mempedulikan orang itu, tidak akan diberikan rahmat, tidak akan diberikan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, Nabi ﷺ dalam hadis yang lain riwayat Bukhari dan Muslim juga menegaskan:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang suka memutus tali kekerabatan.”
Dan dalam riwayat yang lain Nabi ﷺ dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim menegaskan:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ
Artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk kemudian dia mendiamkan saudaranya lebih daripada tiga malam.”
Oleh karena itu di hari raya yang penuh dengan sukacita dan kegembiraanmu ini, hendaknya siapapun diantara kita yang merasa ada persoalan dengan kerabatnya, hendaknya dia segera menghubungi kerabatnya itu. Entah apakah dia pamannya, keponakannya, saudara kandungnya dan kerabat-kerabat yang bermasalah dengan dirinya. Hendaknya dia segera menghubungi atau mengunjunginya atau berusaha untuk mengirimkan hadiah. Dan apabila dia adalah seorang miskin, berusaha untuk membantunya secara finansial, menunjukkan perhatian dan kemudian kita berusaha memaafkannya apapun kesalahannya.
Seperti yang terjadi pada Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu. Allah sampaikan tentang kebersihan keluarga Nabi, Ibunda kita ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Maka setelah itu Abu Bakar bersumpah untuk tidak lagi mau memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah. Tapi kemudian Allah menegur Abu Bakar agar hal itu tidak dilakukan. Dan setelah itu Abu Bakar langsung kembali menyambung dan memberikan nafkah kepada Misthah yang merupakan salah satu dari keluarganya. Hendaknya perilaku Abu Bakar yang siap untuk memberikan maaf kepada saudara kita yang mungkin ada masalah saat ini dengan kita, hendaknya kita tiru. Itulah akhlak mulia. Jangan sampai kita tidak mau memaafkan seseorang karena Allah menegaskan:
اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ
Artinya: “Apabila kalian maafkan orang itu, bukankah kalian suka apabila Allah memaafkan dosa-dosa kalian?”
Sebaliknya, seseorang yang menyambung tali silaturahim, maka Rasulullah ﷺ menegaskan:
مَن أحبَّ أن يُبْسَط له في رزقه، وأن يُنسأ له في أثره فليصل رحمه
Artinya: “Barangsiapa yang ingin untuk diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya hendaknya dia menyambung tali kekerabatan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini adalah diantara keutamaan orang yang senantiasa menyambung tali kekeluargaan, tali kekerabatan. Allah akan meluaskan rizkinya dan Allah akan memanjangkan usianya. Oleh karena itu hendaknya seorang muslim berusaha menjaga hatinya untuk senantiasa memaafkan, untuk senantiasa berbuat baik kepada siapapun. Karena seorang muslim memiliki akhlak yang mulia kepada siapapun khususnya kepada kerabat dekatnya.
Jamaah Idul Fitri rahimani wa rahimakumullah.
Pelajaran yang terakhir dari Ramadhan yang baru saja berlalu adalah pelajaran tentang istiqomah. Ramadhan yang sudah berlalu adalah juga Ramadhan dan waktu-waktu dimana Allah juga yang menciptakannya. Tuhan Ramadhan, Rabb Ramadhan adalah juga Tuhan yang kita sembah, Rabb yang kita sembah pada selain bulan Ramadhan. Oleh karena itu marilah kita pertahankan ketaatan kita pada bulan Ramadhan dengan ketaatan-ketaatan yang kita lanjutkan, kita ajak istiqomah, konsisten untuk menjalankannya pada selain bulan Ramadhan. Mudah-mudahan pada bulan Syawal nanti kita kemudian bisa bisa melanjutkan dengan puasa enam hari. karena kata Rasulullah ﷺ:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian dia ikuti selama enam hari pada bulan Syawal maka seakan-akan dia puasa selama satu tahun penuh.”
Demikian juga terkait dengan membaca Al-Qur’an. Apabila kita khatam selama satu bulan, satu kali atau dua kali, maka usahakanlah kita senantiasa khatam pada setiap bulannya. Manakala tidak mampu, maka paling tidak setiap hari kita membaca Al-Qur’an, qiyamullail. apabila kita tidak mampu 11 rakaat, mungkin 6 rakaat, 7 rakaat atau satu rakaat. Apabila kita pada saat bulan Ramadhan sangat senang untuk bersedekah marilah kita senantiasa bersedekah pada selain bulan Ramadhan. Demikian juga dengan i’tikaf, demikian juga dengan tadarus dan yang lain-lainnya dari kebaikan. Mudah-mudahan itu bisa kita lanjutkan sehingga benar-benar Ramadhan membentuk kita menjadi orang yang bertakwa.
Do’a Khutbah Ied :
Ya Allah jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa ingat kepadamu, yang pandai bersyukur kepada-Mu, yang senantiasa taat dan kembali bertaubat kepada-Mu.
Ya Allah terimalah taubat kami, kabulkanlah doa-doa kami, luruskan lisan kami. Cabutlah dari hati kami sifat iri, dengki, dendam dan berbagai penyakit hati dari hati kami.
Ya Allah kami banyak maksiat kepada-Mu. Tetapi Engkau tetap memberi kesempatan kepada kami untuk bertaubat. Bila kami mentaati-Mu, Engkau mensyukuri kami dan memberi kami pahala dan karunia. Jika kami kembali kepada-Mu Engkau menerima kami.
Ya Allah Tuhan kami, Rabbun Karim, Rabbun Syakur, Rabbun Ghafur. Tuhan kami yang Maha Mensyukuri, Tuhan kami yang Maha Mulia, Tuhan kami yang Maha Pengampun. Ya Rabb, alangkah besar kasih sayang-Mu kepada kami, betapa lembutnya perlakuan Engkau kepada kami hamba-Mu yang banyak dosa ini.
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Ya Allah sungguh engkau Maha Pengampun, mencintai ampunan, ampunilah kami.
Ya Allah yang Maha Penyayang, ampunilah kami di dunia ini dan ketika kami mati nanti. Ya Allah ampunilah kami pada saat kami berada di kuburan nanti.
Ya Allah ampunilah kami saat di padang mahsyar yang mengerikan itu.
Ya Allah ampunilah kami saat kami berjalan di atas shirath, di atas titian, di atas neraka jahanam menuju surga dan selamatkanlah kami.
Ya Allah ampunilah kami saat amal perbuatan kami ditimbang di dalam Mizan, di dalam timbangan kebaikan dan keburukan. Ampunilah kami ya Allah saat amal perbuatan kami dihisab, saat perbuatan kami dihitung.
Ya Allah wahai Tuhan kami, pencipta kami dan pemberi rizki kami. Ya Rabb, Ramadhan telah pergi. Tidak ada lagi yang tersisa bagi kami selain Engkau ya Allah. Engkau yang Maha Hidup, yang kekal dan yang tidak mati.
Ya Allah janganlah Engkau haramkan kami dari karunia, anugerah dan pemberian-Mu setelah Ramadhan berlalu. Dan masukkanlah kami semuanya ke dalam surga-Mu.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الاخره حسنة وقنا عذاب النار
Tonton video lengkapnya di bawah ini: